Copyright © lakeview creativity
Design by Dzignine

04 October, 2007

In My Empty Office

Kantor itu bisa dikatakan kosong, hampir semua orang pergi meninggalkan mejanya masing-masing. Ada yang makan siang, merokok di tangga darurat, kepemakaman teman kantor yang ibunya baru saja meninggal, atau sedang bepergian ke luar daerah untuk tugas kantor.

Di pojok belakang ada seorang gadis yang memandang kosong pada layar komputernya, berharap ada sesuatu yang menarik di layar tersebut. Dengan malas dia menekan-nekan mouse, mencoba mengecek e-mail, tapi semuanya hanya berisi berita tidak penting, entah forward-forward-an basi, up date dari friendster, atau info tentang event-event yang sama sekali tidak menggugah minatnya. Telpon di meja gadis itu sudah dari tadi berbunyi, sampai akhirnya meraung-raung, tap gadis itu berhasil dengan sukses menulikan telinganya. Dia bosan dengan semua penelepon-penelepon itu yang biasanya hanya akan merusak harinya.

Dia menegakkan duduknya, memandang berkeliling kantor, mencari-cari seseorang entah siapa yang mungkin bisa diajaknya bercengkrama. Para perokok sudah kembali dari tangga darurat, tetapi sepertinya mereka ingin segera menyelesaikan pekerjaan agar bisa langsung meninggalkan kantor begitu bel pulang berbunyi. Sementara orang-orang yang makan siang, yang biasanya menjadi teman bercengkarama gadis itu belum ada satupun yang kembali. Gadis itu menghela nafas, bosan.

Dia mengecek HP nya berharap entah siapa cukup berbaik hati menghubungi dan memberi sedikit warna pada harinya yang suram, tapi layar HP nya pun kosong. Sepertinya hari ini semua orang punya kesibukan mereka masing-masing. Dia lalu membuka layar instant massagenya, mungkin ada seseorang entah dimana, merasakan hal yang sama dengannya dan ingin berbicara. Tapi yang dia temukan hanya lah daftar offline. Gadis itu mengutuk dalam hati, ada apa dengan orang-orang hari ini.

Dia memandang telepon kantor, yang sepertinya telah kehabisan energi dan terdiam, sambil berfikir mungkin dia bisa menghubungi seseorang. Dia mengangkat gagang telponnya, lalu menekan kode pribadi dan sederet nomor yang telah dihapalnya semenjak beberapa bulan terakhir. Dia mendengar nada sambung, menunggu dengan sabar sampai seseorang di seberang sana menjawab telponnya. Nada sambung terus berbunyi, tanpa ada seorang pun yang menjawab, dia akhirnya menyerah dan meletakkan telepon tersebut. Setelah memandang telpon itu cukup lama, dia lalu memiringkan letaknya, agar tidak ada seorang pun yang bisa menghubunginya.

Gadis itu kembali termangu, tibatiba dia merasakan tekanan yang cukup besar didadanya. Rasanya sangat menyesakkan, seakan-akan ada seseorang atau sesuatu yang mencengkram paru-parunya sehingga dia kesulitan untuk bernafas. Dia memandang kesekelilingnya, berharap dapat memanggil seseorang, tapi bahkan kini cengkraman itu telah meluas dan naik ke tenggorokannya, mencegah suaranya keluar. Dia lalu mencoba bangkit dan berdiri, tangannya mencengkram dada, sambil berharap dengan begitu mungkin tekanan diparu-parunya akan berkurang, tapi tidak sama sekali. Tekanan di paru-parunya justru semakin menyesakkan. Pandangannya mulai kabur, samar-samar dia mendengar HP nya berbunyi, dia mencoba meraih HP tersebut, tapi entah kenapa letaknya terlalu jauh, sehingga tidak terjangkau. Lalu dia melihat layar komputernya berkedip-kedip, tanda ada yang mengiriminya pesan, dia mencoba menekan tombol keyboardnya, membuka pesan yang diterimanya, tapi kini bahkan tenaganya tidak cukup untuk menekan tombol-tombol kecil itu.

Gadis itu memandang kesekeliling, panik. Dadanya terasa semakin sesak, dia mencoba duduk kembali, karena kakinya seakan tidak kuat menopang badannya. Dia menelungkupkan badan diatas meja, mencoba menghirup udara sebanyak mungkin, tapi AC di ruangan itu terlalu dingin, sehingga udara yang terhirup terasa menyakitkan. Dia menegakkan badannya kembali, pandangannya sungguh gelap sekarang. Tapi samar-samar dia melihat seseorang datang, dia merasa lega, seseorang akan datang, orang itu akan menyelamatkannya. Mungkin orang itu dapat memabantunya melepaskan cengkraman didadanya, dan dia dapat bernafas lagi. Sosok orang tersebut semakin dekat, gadis itu mengulurkan tangan, berusaha menggapai. Akhirnya dia dapat melihat orang tersebut dengan jelas, tapi aneh sekali, itu ibunya, apa yang ibu lakukan dikantornya.

Lalu dibelakang ibunya dia melihat beberapa orang lagi berdatangan, mereka berlarian, mungkin mereka menyadari ada yang salah dengan dirinya lalu segera datang untuk membantu. Gadis itu menyipitkan matanya mencoba memandang lebih jelas diantara kabut hitam yang menghalangi pandangannya. Sosok-sosok itu, mereka cukup banyak mungkin ada 7 atau 8, ditambah ibunya. Tapi kenapa mereka hanya berdiri membeku disitu, apakah mereka tidak melihat bahwa ada yang tidak beres, tidak sadar ada yang salah dengan dirinya. Ibunya, bagaimana mungkin ibunya hanya berdiri mematung disitu, dan bukannya menghampiri dan membantu.

Nafasnya semakin sesak, dan pandangannya semakin gelap, dan dia mencoba berdiri. Namun kakinya terasa hanya bagai gumpalan daging yang tidak akan mungkin kuat menjadi tumpuan. Gadis itu terjatuh kelantai. Dia mengangkat kepala memandang ke arah orang-orang yang berkerumun, mencoba memberi tahu mereka dengan matanya bahwa mungkin dia sedang sekarat. Tolong bantu dia. Tapi orang-orang itu tetap mematung, mereka hanya memandang gadis itu tanpa ekspresi, seakan-akan mereka tidak mengenalnya. Gadis itu mengulurkan tangan dan mencoba menyeret badannya untuk menghampiri mereka, tapi mereka seperti menjauh, padahal gadis itu tidak melihat mereka bergerak.
Dia lalu membuka mulut, mencoba memanggil, tapi tidak ada suara yang keluar, hanya angin, yang malah membuatnya semakin kesulitan bernafas. Seakan semua udara dan cadangan oksigen diparu-parunya tertarik keluar. Pandangannya semakin hitam, dadanya semakin sesak, dan terasa menyakitkan. Kini dia bahkan tidak dapat merasakan tubuhnya lagi.

Sang gadis mulai dicekam ketakutan, harapan yang tadinya sempat ada melihat orang-orang itu datang mulai menguap, bersamaan dengan semua udara yang tertinggal di badannya.

Dia merasakan matanya mulai memanas, airmatanya mulai keluar. Dia merasakan pipinya menjadi hangat karena air mata yang membasahi. Dia berharap dapat menghentikan tangisannya, dia tidak ingin menangis, dia tidak ingin menjadi lemah. Bahkan didetik-detik terakhir keberadaannya. Tapi kali ini, dia tahu, dia tidak akan bisa berhenti, dia tidak punya tenaga untuk bertahan, untuk menahan. Dia menelentangkan badannya, terbaring pasrah, membiarkan semua air matanya keluar. Tidak peduli pada sekelilingnya, pada orang-orang yang hanya diam, terpaku, termangu memandanginya. Dia akan mati sebentar lagi, apa peduli mereka.

Tangisannya semakin keras, dia belum pernah menangis seperti ini lagi. Tidak semenjak dia meninggalkan masa kecilnya. Tapi anehnya semakin keras dia menangis, semakin berkurang pula semua cengkraman di dadanya. Kini dia bahkan mulai bisa merasakan tubuhnya lagi, dia mulai bisa menghirup udara lagi. Tapi dia tetap tidak bisa berhenti menangis. Badannya mulai hangat, AC dikantornya mulai tidak terasa terlalu dingin lagi, udara yang dihirupnya mulai terasa normal. Orang2 itu mulai membentuk sosok yang jelas, dan tidak hanya bayangan2 hitam seperti sebelumnya. Dia juga mulai bisa melihat siapa mereka sebenarnya.

Selain ibunya, mereka adalah teman2nya. Mereka tidak lagi hanya berdiri terpaku dan memandangnya dengan tatapan kosong. Tatapan mereka sebenarnya hangat, entah itu baru saja atau memang sudah semenjak tadi dan hanya dia tidak bisa melihatnya.

Mereka juga tersenyum, tapi lalu sosok mereka semakin samar, seperti hanya bayangan. Bayangan2 mereka semakin mengabur, hingga akhirnya yang tertinggal hanyalah berkas sinar matahari yang masuk melalui jendela kantor, dan menyinari seluruh ruangan.

Gadis itu mulai bangkit, tangisnya sudah mulai mereda dan dia sudah bisa bernafas normal. Dia mencoba duduk di kursinya lagi, dan menghela nafas panjang. Lega. Kantornya sudah mulai ramai, orang-orang sudah kembali dari istirahat makan siang mereka. Layar komputernya masih berkedip-kedip, HPnya kembali berdering, tapi kini dia yakin dapat menjangkaunya.

Dia memandang keluar, langit mendung dan hujan pastinya akan segera turun. Tapi, berkas-berkas cahaya matahari diantara awan gelap terlihat sangat indah. Biasnya samar-samar jatuh di atas atap gedung. Gadis itu tersenyum, dia membetulkan letak telpon, meraih HP, dan mulai membuka pesan-pesannya.

Dan hari pun terus bergulir, di kantor yang tak lagi kosong itu.

No comments:

Post a Comment