“Aku ingin terbang...”
“Kemana?”
“Entahlah, kemana saja. Aku bosan disini!”
“Yah, disini memang membosankan.” diam, tertunduk lesu. “Bolehkah aku ikut?”
“...” memandang tajam. “Kenapa kamu mau ikut? Aku pikir kamu suka disini”
“Ya, aku memang suka, tapi...”
“Terserahlah. Untukku tak ada bedanya, aku hanya ingin terbang.”
“Terbang berdua lebih menyenangkan. Setidaknya, yang kamu lihat tidak hanya kosongnya langit.”
“Hah! Apa kamu tidak tahu, langit tidak pernah kosong! Dia selalu dipenuhi ratusan jiwa kesepian. Seperti kita.”
“Aku tidak kesepian”
“Betulkah? Lantas kenapa kamu ingin terbang? Terbang hanya untuk jiwa-jiwa yang kesepian.”
“Aku ingin terbang hanya karena aku ingin terbang. Salahkah?” Diam sejenak. “Lagipula, tidak ada apa-apa untukmu di langit.”
“Sok tahu kamu! Bagaimana kamu bisa tahu apa yang aku inginkan?! Apa kamu tahu kalau aku selalu merasa bahwa langit adalah tempatku sebenarnya?”
“Tidak, kamu tidak benar-benar menginginkannya. Kamu merasa seperti itu karena kamu belum pernah kesana. Begitu kamu sampai semua perasaan itu akan hilang. Semua hal memang terlihat lebih indah dari kejauhan.”
“Hh, entahlah. Aku tidak terlalu peduli. Aku hanya ingin terus terbang, dan tidak pernah turun.”
“Selama apapun kamu terbang, kamu tetap harus turun suatu saat nanti.”
“Haruskah?”
“Ya”
“Kalau begitu, aku tidak jadi mau terbang.”
“Lho, kenapa?”
“Karena kalau aku terbang, katamu aku harus turun. Saat aku terbang nanti, aku pasti akan selalu mengkhawatirkan saat aku turun.”
“Lantas kenapa?”
“Tidakkah kamu mengerti? Saat terbang, aku pasti akan selalu khawatir, aku akan selalu gelisah, karena aku tahu aku harus turun. Saat terbang, aku sudah tidak punya keinginan apa-apa lagi, yang aku miliki hanya ketakutan.” merenung. “Tapi, kalau aku tidak jadi terbang, selamanya aku akan punya mimpi, harapan, dan keinginan. Aku akan selalu punya suatu hal menyenangkan yang aku tunggu-tunggu terjadinya. Jadi, aku lebih baik tidak terbang.”
“Kamu kan bisa terbang lagi saat sudah turun nanti.”
“Memang”
“Ya sudah, mari kita terbang.”
“Tidak.”
“Lho?”
“Saat aku terbang lagi, sensasinya tidak akan seindah sebelumnya. Tidak ada yang bisa mengalahkan sensasi kali pertama.”
“...”
“...”
“Jadi, kapan kamu akan terbang?”
“Nanti. Sehari sebelum aku mati.”
08 May, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment